Minimalis modern. Tropis Modern. Istilah ini kita seringkali kita baca atau dengar berdengung di media massa untuk menunjuk sebuah bangunan yang dianggap menerapkan gaya atau tren arsitektur/interior masa kini. Tujuannya agar dapat memperoleh kesan rumah atau bangunan yang dirancang dengan gaya baru, modern dan berselera kekinian.  Sayangnya, tidak banyak anggota masyarakat yang paham bahwa sebutan itu bermakna sangat jauh dari khasanah arsitektur dan desain interior.  Banyak juga masyarakat awam yang menyangka bahwa gaya minimalis modern itu baru lahir sepuluh tahun terakhir. Bila dicermati oleh kalangan yang lebih paham, ternyata bukan gaya minimalis apalagi modern. Tapi kadangkala ada American Classic, Art Deco dan bahkan menyelip sentuhan aliran lain.

Mungkin mirip kondisi halnya seperti di ranah dunia fashion. Desainer atau brand mengklain busana atau sepatu/tas ini mengambil inspirasi dari gaya 1970an. Padahal kalau dilihat ternyata lebih banyak unsur mode 1960an daripada unsur mode 1970 nya. Lalu salah kaprah pun merambah ke penerapan dress code untuk sebuah acara. Diminta bergaya 1970an, para tamu kebingungan dan malah tampil bergaya 1960an. Mengapa? Karena info yang diperoleh dan beredar luas sudah salah kaprah dan sayangnya tidak memahami latar belakang sejarah fashion. 

Mari kita melihat sedikit sejarah perjalanan arsitektur. Untuk ringkasnya, cukup ketik di Google dan temukan pembahasannya tentang arsitektur modern. Jangan kaget bila Anda menemukan tahun lahirnya gerakan arsitektur modern ternyata terjadi di akhir abad 19 hingga awal abad 20.

Mengacu dari buku “Simon and Schuters's Pocket Guide to Architecture” (1986) oleh Patrick Nuttgens, sejumlah arsitek besar di Eropa pernah mengadakan pertemuan di tahun 1928 dalam Congres Internationaux d'Architecture Moderne (CIAM). Menetapkan bahwa kesepakatan ciri khas arsitektur modern ditandai oleh tiadanya ornamentasi atau hiasan, struktur atap yang rata, dominasi garis-garis persegi panjang, dinding putih dan keberadaan jendela yang besar-besar.  Juga gerakan De Stijl yang dimulai di sekolah Bauhaus, Jerman pada awal abad ke-20 oleh Walter Gropius di Weimar (1919).  Lihat lagi apa yang disajikan dalam gambar-gambar yang memperlihatkan bangunan yang dihasilkan dari aliran ini. Penekanannya dilakukan pada desain  industrial dan mengangkat arsitektur yang fungsionalis. Para arsiteknya, termasuk direktur terakhir yaitu Ludwig Mies van Der Rohe hijrah ke Amerika Serikat dan menyebarkan gerakan arsitektur baru yang ia sebut “Less is More” ke seluruh dunia. Arsitek Prancis, Le Corbusier mengekspresikan gaya barunya melalui rumus “Five points of a New Architecture” (1925): free standing supports, roof garden, denah yang bebas, jendela pita, komposisi fasade yang bebas.

Lalu coba cari lagi istilah minimalist architecture di laman Google. Menyoal sebutan minimalis sebenarnya lebih banyak dipengaruhi paham aliran Zen dari Negeri Matahari Terbit atau Jepang. Arsitek Amerika Frank Lloyd Wright mengadaptasi beberapa hal yang Zen seperti pintu geser dari desain rumah-rumah tradisional Jepang melalui karya rumahnya  tahun 1930-an. Konsep arsitektur minimalis kemudian bergerak perkembangannya pada akhir 1980an di London dan New York.  Sejalan dengan yang terjadi pada perkembangan industri fashion yang “lelah” dengan segala atribut maksimalis pada era sebelumnya di tahun 1980an: big hair, big makeup, big prints, big shoulder dan semua hal yang diperbesar. Pada arsitektur minimalis biasanya 'membuang' segala hal menjadi sesuatu agar  mencapai esensi nilai kesederhanaan, namun memiliki nilai berkualitas sangat tinggi. Detailnya yang rapi, presisi, jujur dan tidak mengada-ada hingga terlihat pada semua bagian bangunan dan ruang. 

Pertimbangan esensi berkualitas yang dimaksud adalah sesuatu yang ringan, bentuk dan detail dari material, space/ruang, lokasi dan kondisi manusia yang menghuni atau pengguna bangunannya. Arsitek penghasil arsitektur minimalis akan mengejar kedalaman sisi dimensi spiritual bangunan dengan memerhatikan pentingnya kombinasi manusia penggunanya, alam, ruang dan bahan bangunan. Apakah semua itu termasuk esensi minimalis pada rumah-rumah yang dibangun saat ini? Apakah tercakup dengan baik dan memberi dampak psikologis interior yang minimalis bagi manusia penggunanya dengan seutuhnya? 

Tropis modern lebih membingungkan lagi. Benar disebut tropis karena dibangun di kawasan negara tropis? Tapi tampilannya tidaklah bangunan yang tropis.  Mari kita menengok sedikit ke beberapa ratus tahun silam saat masa kolonial terjadi hampir di seluruh dunia. Pemerintah kolonial yang umumnya berasal dari Eropa  menduduki wilayah di negara-negara Asia Tenggara beriklim tropis yang suhunya lebih tinggi daripada iklim di Eropa. Kota-kota yang dibangun di kawasan koloni merupakan buah karya dari arsitek-arsitek yang dikirimkan pemerintah kolonial waktu itu. Di Indonesia, kota-kota besar dibangun oleh arsitek Belanda yang berbeda sehingga menghasilkan karakter kota yang juga berbeda. Thomas Karsten untuk Semarang, C.P.W. Schumaker, AF Aalbers, Maclain Pont dan Van Gallen Last untuk Bandung,  Hulswit, Fermont dan Ed. Cuypers untuk Jakarta dan  C. Citroen. untuk Surabaya.




Dalam keterangan dalam Wikipedia mengenai Arsitektur Hindia Belanda yang dibangun sebelum Perang Dunia Kedua disebut: “Arsitektur Hindia Baru menggunakan konsep fasade ganda dalam bentuk lorong tertutup. Lorong tertutup tidak hanya terdapat di lantai dasar, namun juga di lantai kedua. Fasade depan melindungi fasade dalam dari hujan deras dan sinar matahari terik. Ini menjadi ciri khas arsitektur wilayah tropis. Pintu dan jendela besar dibuat dalam jumlah yang banyak agar interior bangunan lebih sejuk.”  Rumah-rumah vintage yang kita lihat di kota-kota besar Indonesia hasil karya desainer Belanda banyak sekali menerapkan treatment yang berfungsi mendinginkan bangunannya. Tampak dari sturktur atap yang tinggi hingga 45 derajat, jendela rangkap dengan penghalang sinar yang diwujudkan dalam rangka jalusi, bahkan bangunan Lawang Sewu di Semarang memiliki ruang bawah tanah sedalam 1 meter yang berfungsi sebagai pendingin lantai di atasnya. Ketinggian langit-langit yang malsimal dapat menyimpan udara sejuk adalah salah satu indikator untuk tidak menggunakan pendingin  udara.

Berbeda sekali dengan yang kita lihat pada visual di berbagai media massa tentang rumah, bangunan perkantoran atau apartemen akhir-akhir ini bukan?  Bangunan tropis tidaklah menerapkan jendela berkaca yang membuat bangunan menyerap sinar matahari sepanjang hari.

Bagi kami, sebagai media yang berfokus pada topik arsitektur dan desain interior, memiliki misi edukasi untuk  mengembalikan porsi sebutan aliran desain yang seharusnya, agar dapat dipahami masyarakat secara lebih baik. Sebaliknya dengan membaca lebih banyak referensi, kita akan lebih memahami istilah yang kurang tepat dan bisa merespons dunia desain yang begitu luas secara tidak serampangan.


Sketsa arsitektur: Artyan Trihandono