Bingung mencari restoran Amerika saat sedang pelesir ke Bali? Di kawasan Seminyak yang merupakan salah satu jantung pariwisata di Bali, sebuah restoran baru saja beroperasi dengan konsep unik yang cukup berbeda. Boy’N’Cow adalah restoran yang menyajikan ragam varian menu grilled dengan spesialisasi dry-aged beef, yaitu daging yang telah disimpan pada ruang pendingin selama 28 hari atau lebih. Proses fermentasi dan perubahan tingkat keasaman pada daging tersebut menciptakan sensasi rasa yang berbeda pada daging biasanya. Chef Danny Chaney sebagai co-founder dan Culinary Director Boy’N’Cow bahkan melabeli ‘meat boutique’ pada restorannya.


“Ide mendirikan restoran ini sederhana. Saya orang Amerika, penyuka daging dan ingin membawa kuliner tanah kelahiran saya ke Bali”, sambut chef eksentrik yang menggilai surfing tersebut saat berbincang dengan CASA Indonesia. Kecintaan chef Danny pada kuliner otentik Amerika itu membuatnya ingin mewujudkan sebuah restoran yang memiliki kesatuan konsep dengan sajian grilled. “Saya ingin Anda merasakan suasana bagaimana daging itu diproses, nuansa restorannya, gaya hidup yang tercipta di dalamnya.”, lanjut chef Danny.

Beranjak dari keinginan untuk membawa sensasi kuliner Paman Sam, A & Partners digaet untuk mendesain Boy’N’Cow. Mengawali perjalanan desainnya, Boy’N’Cow tampil dengan fasad bangunan menyerupai gudang tua. Bata ekspos dan bingkai jendela besi berwarna legam dengan cahaya lampu kuning menyiratkan bangunan pabrik tempo dulu. Sekilas fasadnya memang tampak lebih tertutup bila dibandingkan dengan tipe restoran di Bali yang sebisa mungkin tampil terbuka.


Keserasian desain lainnya tampak melalui main entrance yang berada di samping bangunan, bukan di muka depan. Pintu besi berukuran besar menyuguhkan kemantapan tersendiri saat dibuka-tutup hingga mencuatkan aura maskulin yang dominan di baliknya. Sementara itu, greetings area berhadapan dengan dinding dan kolom besi yang juga berwarna legam sebelum membawa pengunjung pada dining area berkapasitas sekitar 80 orang. Penempatan dinding besi tersebut dibuat untuk menjaga privasi pengunjung yang sedang bersantap tanpa merasa terganggu dengan pengunjung lain yang lalu-lalang. Saat berada di tengah dining area, paras industrial Amerika begitu lekat terasa di setiap sudut Boy’N’Cow, cukup kontras dengan restoran di kawasan sama yang tetap mempertahankan aksen gaya Bali.




Wajah ‘bangunan tua’ membalut dinding pada interior beserta graffiti karya seniman Brian ‘Tazroc’ Garcia. Terdapat dua gambar besar yang menghiasi dinding yaitu sosok pria mengenakan vest hitam dan aktris legendaris Marilyn Monroe mengenakan headpiece mengadaptasi patung Liberty di kota New York. Ada satu teknik desain yang diaplikasikan pada dining area yaitu adanya rel yang menghubungkan dining table di bagian tengah. Tujuan pembuatan rel adalah untuk efisiensi kebutuhan pengunjung, bila diperlukan untuk jamuan dengan jumlah banyak maka meja-meja tersebut cukup digeser dan dengan mudah dipisah kembali.


Menaiki area lantai dua, terdapat bar dan lounge bagi pengunjung yang menginginkan suasana bersantap dengan lebih santai. Bila dilihat dari atas, garis rel yang membelah dining area mengingatkan pada kereta pengangkut batu bara dari tambang-tambang tua. Rangkaian furnitur kulit berwarna cerah menghadirkan sentuhan kontradiktif menyegarkan. Duduk berlama-lama di sudut dekat jendela, ambiance penthouse tua di downtown kota New York merebak saat menyesap aneka kreasi cocktail di Boy’N’Cow. 

Foto: dok. Boy'N'Cow