Nama Jasin Tedjasukmana di dunia arsitektur dan desain sudah tidak asing lagi, terutama berkat kontribusinya untuk arsitektur Indonesia sejak 40 tahun lamanya.


Bagi masyarakat luas, mungkin nama ini akan terdengar lebih familiar jika dikaitkan sebagai arsitek dari hotel ternama di Jakarta Selatan, The Dharmawangsa Hotel. 


Empat puluh tahun berkarya adalah sebuah pencapaian yang luar biasa dan bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama bagi para praktisi desain dan arsitek.


Prinsipal KIAT Architects ini baru saja meluncurkan buku pertamanya yang berjudul Gentle Proportion: Residence di Nusantara Ballroom, The Dharmawangsa Hotel pada akhir bulan April lalu. 


Press conference buku Gentle Proportion: Residence


Buku Gentle Proportion: Residence ini berisikan sembilan karya KIAT Architects khususnya untuk residensial. Rencananya, Tedjasukmana akan menerbitkan buku edisi berikutnya untuk kategori lain, seperti hotel atau public space lainnya. 


Buku Gentle Proportion: Residence karya Jasin Tedjasukmana - Kiat Architects terbitan Simpul Group


Jasin Tedjasukmana merupakan arsitek yang pertama kali mengaplikasikan tiang klasik sederhana pada tahun 1978 di salah satu proyek hunian yang mengaplikasikan gaya klasik sederhana dan merespon iklim tropis rumah di jalan Imam Bonjol.

Gaya itu akhirnya menjadi tren desain rumah-rumah di daerah Menteng. 


Salah satu arsip gambar kerja KIAT Architects yang berumur hampir 30 tahun


Kemapanannya dalam berkarya selalu tercerminkan lewat karya-karyanya yang terus-menerus memperbaiki diri menuju kesempurnaan dan tersirat pada setiap halaman buku ini.


Kesembilan karya yang tertuang pada buku ini terpilih berdasarkan konsep yang beragam serta arsip gambar kerja yang masih lengkap. 


Pidato dari Andra Matin saat peluncuran Buku Gentle Proportion: Residence


Tak hanya menampilkan foto-foto rumah, buku terbitan Simpul Group ini juga menyisipkan gambar-gambar kerja dari KIAT Architects yang beberapa telah berumur hampir 30 tahun.


Tedjasukmana sering mengambil beberapa gagasan kreatif dari konsep bangunan yang mendunia, seperti pengaruh budaya Moor, detail ornamental di era Victoria, hingga gaya arsitektur bangunan Spanyol.


Foto bersama Jasin Tedjasukmana, Ahmad Djuhara, Andra Matin, Thomas Elliott, dan para klien yang rumahnya dipublikasikan di buku Gentle Proportion: Residence


Selama ia berkarya, Tedjasukmana secara konsisten mengeksplorasi arsitektur Indonesia, terutama arsitektur Jawa.



Pada wawancara eksklusif dengan CASA Indonesia di Suite The Dharmawangsa Hotel, Tedjasukmana menyampaikan bahwa,



“Arsitektur Indonesia itu sangat kaya, seperti arsitektur Jawa, Bali, Toraja, Papua, NTT, dan lainnya. Namun saya lebih sering menggunakan arsitektur Jawa.

Esensi yang diambil adalah elemen yang paling hakiki dari arsitektur Jawa, yaitu terapan sequence atau urutan pembagian ruang yang jelas.”


Persinggungan Jasin dengan dunia arsitektur telah terjadi sejak berusia 10 tahun ketika ia mengalami ketertarikan terhadap arsitektur rumah keluarga besarnya yang bergaya klasik.


Setelah menyelesaikan studinya di jurusan arsitektur Universitas Parahyangan Bandung pada tahun 1977, Jasin membatasi fokus hanya pada bidang konsultan arsitektur dan tidak dibarengi dengan praktek kontraktor. 



Simak juga kilas balik wawancara Tedjasukmana dengan Stella Mailoa dari CASA Indonesia beberapa tahun silam.


Proses dalam mendesain?

Setelah mendapatkan satu penugasan, saya kemudian menghayati keinginan klien dan bagaimana cara mewujudkannya ke mana pun saya pergi.


Selama kurang lebih 3 hari saya mengkhayal sampai kepala saya penuh, barulah saya mengambil kertas dan mulai menggambar sketsa demi sketsa.


Sketsa kasar itu kemudian saya berikan pada tim yang kemudian menerjemahkannya ke dalam bentuk desain komputer. Arsitektur itu adalah suatu bentuk kerjasama tim. Tidak ada arsitek yang mampu bekerja sendiri.



Sketsa tangan dari Jasin Tedjasukmana yang digambar khusus untuk CASA Indonesia saat hari peluncuran buku


Pandangan umum tentang arsitektur?

Bagaimana pun, dasar dari segala gaya arsitektur yang berkembang sekarang adalah gaya klasik.



Klasik adalah gaya arsitektur yang memiliki kurun waktu yang paling lama. Salah satu buktinya yaitu dari awal dimulainya oleh Vitruvius sejak 2000 tahun SM hingga tahun 1800-an, gaya klasik tidak mengalami perubahan yang signifikan.


Arsitektur itu merupakan bagian dari seni, karena itu sebuah arsitektur yang baik adalah arsitektur yang memiliki elemen-elemen seni. Elemen itu antara lain kemampuan manusia, bentuk, sequence atau urutan, keseimbangan, vocal point, kesatuan, dan ritme.


Gaya arsitektur terserah mau dibuat seperti apa, tapi tanpa elemen-elemen tadi, maka arsitektur itu hanya sebatas visual dan tidak memiliki jiwa.


Simak juga video wawancara eksklusif hanya untuk CASA Indonesia yang membahas tentang inspirasi dari setiap rancangan arsitek ternama ini.



Foto oleh Kiat Architects, CASA Indonesia