Apa yang muncul dalam benak Anda bila terbesit kata ‘rumah tropis’? Boleh jadi bentuk rumah serba minimalis hingga unsur kayu di sana-sini langsung terbesit. Salah kaprah itu tidak jarang membuat bias pemaknaan hunian tropis yang sesungguhnya. Indonesia yang menjuntai di garis Khatulistiwa dengan iklim tropisnya telah diadaptasi oleh nenek moyang sejak dahulu kala. Itulah sebabnya bentuk-bentuk rumah tradisional antar suku memiliki benang merah yang sama; sirkulasi udara.

Pendalaman serupa juga digagas oleh Rakta Studio saat merancang sebuah hunian yang terletak di dekat pesisir Jakarta. Kondisi cuaca yang hangat sepanjang tahun dengan tingkat kelembapan tinggi menjadi pijakan bagi arsitek untuk membangun rumah di atas lahan seluas 750 meter persegi tersebut. Keunggulan dari tanah hunian yang terletak di sudut jalan menjadi kanvas menarik saat menciptakan desain rumah dambaan pemiliknya. Ide awal berangkat dari kebutuhan pemilik yang terdiri dari satu keluarga dengan orang tua.

Pemisahan antara area publik dengan ruang privat menjadi hal esensial yang diprioritaskan saat merancang rumah dengan luas bangunan yang mencapai 1350 meter persegi. Oleh sebab itulah tercipta bahasa spasial yang memisahkan bangunan rumah menjadi dua massa bangunan dengan permainan linear. Pada tampak luar, hunian terlihat seperti dua bentuk persegi panjang dan trapesium yang saling berhubungan.

Atraksi bidang miring ini menjadi suguhan unik karya arsitek yang menjadikan hunian terlihat outstanding, terlebih berkat posisinya yang berada di sudut jalan. Dari bentuk dua massa memanjang, arsitek merancang banyak bukaan ruang di antara keduanya serta bagian belakang bangunan. Strategi pemisahan massa bangunan dengan banyak bukaan ruang itu semata untuk menjawab kebutuhan akan sirkulasi udara yang lancar sekaligus cahaya alami guna menjaga kesegaran serta kelembapan di dalam rumah.

Bangunan hunian sendiri merupakan hasil pembangunan baru sehingga penerapan desain spasialnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan penghuni. Pada massa bangunan dengan atap berbentuk trapesium, teknik perancangan atap yang tinggi dimanfaatkan sebagai ruang aktvitas hobi seperti ruang kebugaran dan mezzanine untuk melampiaskan kegemaran penghuni pada permainan lego. Sementara pada atap massa bangunan yang berbentuk persegi dimanfaatkan sebagai rooftop deck dengan lansekap hijau untuk area bersantai.

Pemisahan area per lantai pada hunian menjadi pangkal pemisahan fungsi spasial bagi penghuni. Lantai dasar menjadi ruang garasi serta area servis, sementara pada lantai dua digunakan untuk area publik seperti foyer, kamar tidur tamu, ruang tamu, ruang makan, dan dapur yang terletak di bagian belakang hunian. Area lantai tiga difungsikan sebagai area privat penghuni dimana terdapat kamar tidur utama, kamar tidur anak, ruang keluarga, hingga dapur mini.

Konsep hunian tropis dengan memperhatikan sirkulasi udara dan pencahayaan alami menjadi sajian utama pada hunian. Suasana lapang begitu terasa pada area ruang makan di lantai dua yang dirancang cukup luas dengan bukaan lebar sebagai tempat penghuni menjamu saudara maupun kolega saat berkunjung. Dengan permainan bidang miring pada massa bangunan, cahaya alami yang masuk menimbulkan bias penerangan yang dramatis.

Penegasan nuansa tropis tersebut kian ditunjang dengan material alam seperti kayu dan batuan pada eksterior maupun interior. Balutan warna putih yang menyeruak pada dinding-dinding hunian berpadu apik dengan material marmer volakas sebagai flooring hingga menambah kesan hangat pada interior rumah. Dibalut senja Jakarta, hunian ini seakan memanggil pulang penghuninya untuk melepas lelah bersama rupa tropis yang menjanjikan kesegaran setiap saat. 





Foto oleh Mario Wibowo Photography 
Arsitektur oleh Rakta Studio – Ronald Adikusumo, ST., Vidor Saputro, ST. 
Desain interior oleh TSA